Echinostomiasis
I.
PENDAHULUAN
Echinostomiasis
disebabkan oleh cacing trematoda dari genus Echinostoma (“echino” = berkerah;
“stoma” = mulut). Kebanyakan spesies Echinostoma ditemukan pada burung. 15 sampai 20 spesies tersebut ditemukan pada
usus burung seperti cormorant, grebe, burung hantu, murai, itik, angsa,
pheasant, partridge, bangau, crane, dan elang.
II.
NOMENKLATUR
Echinostoma
Kingdom : Animalia
Subkingdom : Eumetazoa
(unranked) : Bilateria
Superphylum : Platyzoa
Phylum : Platyhelminthes
Class : Trematoda
Subclass : Digenea
Order : Echinostomida
Suborder : Echinostomata
Family : Echinostomatidae
Genus : Echinostoma
(Rudolphi,
1809)
III. MORFOLOGI
Panjang cacing kira-kira 10 – 12 mm dan lebar 2,25 mm. Memiliki spina kerah
(head coller) yang terdiri dari 37 spina, dimana 5 diantaranya membentuk spina
kutub dan kutikulanya membentuk spina di bagian anterior. Testisnya tandem,
memanjang, lonjong atau sedikit berlobus, terletak di pertengahan badan dan di
belakang ovari. Kantong sirrus terletak di antara percabangan sekum dan batil
isap ventral. Telur berukuran panjang 90–126 mm dan
lebar sampai 59–71 mm.
IV.
ETIOLOGI
* Echinostoma caproni
* Echinostoma echinatum
* Echinostoma friedi
* Echinostoma hortense
* Echinostoma ilocanum
* Echinostoma jurini
* Echinostoma luisyrei
* Echinostoma miyagawai
* Echinostoma paraensei
* Echinostoma parvocirris
* Echinostoma revolutum
* Echinostoma trivolvis
Garrison
(1907) adalah sarjana yang pertama kali menemukan telur Echinostoma ilocanum pada narapidana pribumi di Filipina. Tubangui
(1931), menemukan bahwa Rattus rattus norvegicus, merupakan hospes reservoar
cacing tersebut. Chen (1934) meleporkan bahwa anjing setempat di Canton, RRC,
dihinggapi cacing tersebut. Brug dan Tesch (1937), melaporkan spesies Echinostoma Lindoense pada manusia di
Palu, Sulawesi Tengah, Bonne, Bras dan Lie Kian Joe (1948), menemukan Echinostoma ilocanum pada penderita
sakit jiwa di Jawa.
Di
Indonesia di temukan lima spesies cacing Echinostoma, yaitu: Echinostoma ilocanum, Echinostoma malayanum,
Echinostoma lindoense, Echinostoma recurvatum dan Echinostoma revolutum.
V.
SIKLUS HIDUP
Telur di luar tubuh inang akan menetas menjadi mirasidium dalam air setelah
berkembang selama lebih kurang 3 minggu pada kondisi yang sesuai. Mirasidium
kemudian masuk ke dalam inang antara, yaitu siput antara lain : Stagnicola
palustris, Helisoma trivolvis, Physagyrina coccidentalis, P. oculans, Planorbis
tenuis, Lymnaea stagnalis, L. swinhoei, Bulimus stagnicola dan Lymnaea
rubiginosa.
Mirasidium menembus bagian tubuh siput
yang lunak untuk menuju ke ginjal dan berubah menjadi sporokista yang berbentuk
kantong dengan panjang sekitar 0,5 mm. Kira-kira mulai 9 – 12 hari setelah
infeksi, sporokista memproduksi satu atau dua redia induk setiap hari selama
dua minggu. Redia induk ini mulai menghasilkan redia anak 19 – 23 hari setelah
infeksi. Redia anak berpindah ke organ distal dan memproduksi serkaria yang
mulai keluar dari siput 46 – 62 hari pasca infeksi. Serkaria akan membentuk
metaserkaria dan mengkista.
Serkaria bisa
keluar dari siput asal dan masuk ke siput lain yang memiliki spesies sama atau
berlainan. Inang definitif akan terinfeksi apabila memakan siput ini dan cacing
akan berkembang menjadi dewasa di dalam saluran pencernaan tubuh inang dalam
jangka waktu 15 – 19 hari.
VI.
PATOGENESA
Biasanya
cacing Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan pada mukosa usus dan tidak
menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi berat menyebabkan timbulnya radang
kataral pada dinding usus, atau ulserasi. Pada anak menimbulkan gejala diare,
sakit perut, anemia dan edema.
VII.
HOST
-
Host
Intermediate dari Echinostoma : siput jenis Stagnicola
palustris, Helisoma trivolvis, Physagyrina coccidentalis, P. oculans, Planorbis
tenuis, Lymnaea stagnalis, L. swinhoei, Bulimus stagnicola dan
Lymnaea rubiginosa.
- Host Definitif dari Echinostoma : cormorant, grebe, burung
hantu, murai, itik, angsa, pheasant, partridge, bangau, crane, elang, mamalia,
termasuk tikus air bahkan manusia di seluruh dunia.
VIII. PREDILEKSI
Daerah
predileksi umum dari Echinostoma adalah usus, ductus biliverus unggas dan
mamalia.
IX.
DIAGNOSA
Diagnosa Echinostomiasis adalah berdasarkan gejala
klinis. Infeksi yang berat dari Echinostoma
menyebabkan kekurusan, kelemahan dan
diare pada unggas. Untuk
memastikan diagnosa tersebut dapat dilakukan uji feses dengan mengidentifikasii keberadaan telur Echinostoma secara mikroskopis. Namun, ukuran telur yang cukup
besar memiliki kemiripan dengan telur Fasciola sehingga diperlukan uji yang
lebih spesifik
X.
TERAPI
Tetrakloroetolen adalah obat yang dianjurkan, akan tetapi penggunaan
obat-obat baru yang lebih aman, seperti prazikuantel dapat dipertimbangkan.
Selain itu dapat digunakan pula thymol, carbon tetrachloride, kamala dan
bithionol.
XI.
PROFILAKSIS
Upaya pencegahan helminthiasis yang bisa dilakukan adalah melakukan sanitasi kandang, menghindarkan
kandang dari vektor (induk semang antara) dan ternak liar dan mengusahakan
pengelolaan peternakan sebaik mungkin, seperti mencegah kepadatan kandang yang
berlebihan, mengusahakan ventilasi kandang yang cukup dan menerapkan sistim all
in all out. Selain itu Keong sawah yang digunakan untuk konsumsi sebaiknya
dimasak sampai matang, sebab bila tidak, metaserkaria dapat hidup dan tumbuh
menjadi cacing dewasa.
0 komentar:
Posting Komentar